Cari Blog Ini

Kamis, 03 Februari 2011

Asfiksia


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan asidosis. Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir  akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstra uterin disamping itu juga  didapatkan bahwa sindrom gangguan nafas, infeksi dan kejang merupakan penyakit yang sering terjadi pasca afiksia. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomi menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.
Angka kematian tertinggi  selama 24 jam pertama masa kehidupan neonatus, pada masa ini terjadi sekitar 40 % dari seluruh kematian dibawah usia 1 tahun. Dalam 2 dekade terakhir ini, angka kematian dan kesakitan pada neonatus mulai menurun, demikian pula perubahan tersebut tampak pada asfiksia neonaturum. Walaupun demikian perubahan ini tampaknya belum dapat memecahkan permasalahan asfiksia secara tuntas karena keadaan asfiksia ini masih berpengaruh terhadap kualitas bayi dikemudian hari. Pemantauan jangka panjang perlu dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan neurologi dan gangguan kognitif yang tinggi.
Maka dari itu penulis ingin mengetahui bagaimana perawatan klien dengan asfiksia di rumah sakit agar nantinya akibat yang ditimbulkan dari asfiksia tersebut dapat diminimalkan dengan adanya perawatan selama di RS

B.    Tujuan

1.     Tujuan umum
Setelah menyelesaikan kontrak belajar, saya mampu memberikan asuhan keperawatan pada neonatal dengan asfiksia
2.     Tujuan khusus
a.      Saya mampu  menyebutkan pengertian asfiksia
b.      Saya mampu menyebutkan etiologi asfiksia
c.      Saya mampu menjelaskan patofisiologi asfiksia
d.     Saya mampu menyebutkan manifestasi klinis asfiksia
e.      Saya mampu menyebutkan pemeriksaan diagnostik asfiksia
f.       Saya mampu menyebutkan penatalaksanaan BBL dengan asfiksia
g.      Saya mampu melakukan perawatan pada anak dengan asfiksia







BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian

Asfiksia neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport 02 sehingga penderita kekurangan persediaan 02 dan kesulitan mengeluarkan C02. ( A.H Markum, 2002 )
Asfiksia neonaturum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir ( Hutchinson, 1967 )
Jadi asfiksia adalah kondisi dimana bayi gagal dalam usaha bernafas spontan sehingga terjadi gangguan dalam pertukaran 02 dan C02

B.    Etiologi

1.     Faktor ibu
Hipoksi ibu, oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anastesi, penyakit jantung sianosis,gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah ibu yang rendah.
Gangguan aliran darah uterus, kompresi vena kava dan aorta saat gravida,gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak akibat perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsia
2.     Faktor plasenta
Asfiksia terjadi akibat gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta, perdarahan
3.     Faktor fetus
Kompresi umbillikus, tali pusat menumbung, lilitan tali pusat, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
4.     Faktor neonatus
Pemakaian obat anastesi, trauma yang terjadi akibat persalinan, kelainan kongenital seperti : hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru

C.    Patofisiologi

Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan komplikasi, gejala sisa, atau kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekwensi denyut jantung
Pathway :
Terlampir

D.    Manifestasi klinik

1.     Vigorous baby : skor Apgar  ( 7 – 10 ). Bayi dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa.
2.     Mild moderat asfiksia ( asfiksia sedang ) Apgar skor ( 4 – 6 ), pemeriksaan fisik ditemukan  frekuensi jantung kurang dari 100 / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3.     Asfiksia berat, apgar skor ( 0 – 3 ), pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 / menit, tonus otot buruk, sianosis berat, reflek iritabilitas tidak ada.
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisis lain sama dengan asfiksia berat

E.    Pemeriksaan Diagnostik

1.     Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
2.     Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )
3.     Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi
4.     Pengkajian spesifik
Pengkajian
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Tingkat kesadaran
Tonus otot
Postur
Reflek tendon
Reflek moro
Pupil

Kejang
lamanya
Sangat waspada
Normal
Normal
Hiperaktif
Kuat
Midriasis

Tidak ada
<24 jam
Lesu ( letargi )
Hipotonik
Flexi
Hiperaktif
Lemah
Miosis

Lazim
24-14 hari
Stupor, koma
flasid
deserebrasi
tidak ada
tidak ada
anisokor, reflek cahaya tidak ada
kejang,deserebrasi
beberapa hari sampai beberapa minggu


F.     Penatalaksanaan medis
1.     Pengawasan suhu: jangan biarkan bayi kedinginan, penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
2.     Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion. Tindakan dilakukan dengan hati – hati tidak perlu tergesa – gesa. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan napas. Pada Asfiksia berat dilakukan resusitasi kardio pulmonal
3.     Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan usaha bernapas 20 detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka setelah dilakukan penghisapan diberi O2 yang cepat kedalam mukosa hidung. Bila tidak berhasil dilakukan rangsang nyeri dengan memukul telapak kaki. Bila tidak berhasil pasang ET.


 
BAB III

RESUME


A.    Studi Kasus
Bayi SR, umur 1 hari lahir dengan SC atas indikasi partus macet dan ketuban pecah dini. Bayi berjenis kelamin perempuan lahir dengan apgar scor 6 – 7 – 9 dari seorang ibu G5P4A0, kehamilan 39 minggu. BBL 3100 dengan panjang badan 51 cm.
Keadaan umum bayi sadar, lemah dan kurang aktif, akral dingin, capilary refil kurang dari 3 detik, klien saat ini berada di infant warmer. Adapun HR 136 x permenit, RR 36 X permenit, dan suhu 37 x permenit. Klien dibantu O2 28% nasal, terpasang infus umbilikalis dengan cairan D10% 10 tetes/menit.
Hasil pemeriksaan darah meliputi Hb 15,3 gr%, Ht 45,2 %, leukosit 17100 mg/dl Trombosit 214.000 mg/dl, glukosa 84 mg/dl, BUN 24 gr/dl, urea 1,19 mg/dl. Adapun pemeriksaan GDA meliputi PH 7,312, PCO2 13,4, PO2 157, HCO3 6,8.
Dari pengkajian tersebut diddaptkan 3 masalah keperawatan yaitu resiko gangguan perfusi jaringan, resti tidak afektifnya termoregulsi dan resti infeksi.

B.    Hasil diskusi dengan expert
1.     Expert I
Kasus Asfiksia  banyak terjadi, dan yang masuk ke ruang PBRT hanya yang  Asfiksia sedang sampai berat. Etiologi dari kasus asfiksia yang terjadi pada bayi SR  karena ibu mengalami partus macet dan bayi dicurigai mengalami fetal distress karena aliran darah ke bayi tidak adekuat akibat penekanan pada vena dan adanya his. Dan setelah lahir bayi mengalami asfiksia sedang, terjadinya asfiksia tersebut dikarenakan ada gangguan aliran darah yang mensuplai darah ke bayi. Apalagi kelahiran bayi SR dengan SC dan menggunakan general anastesi, dikhawatirkan bayi akan mengalami depresi pusat pernafasan akibat pengaruh anastesi yang diberikan ke ibu.
2.     Expert II
Bayi SR memang saat ini tidak mengalami asfiksia yang berat bahkan dari berbagai pemeriksaan didapatkan hasil yang normal atau mendekati normal, namun demikian bayi SR tetap dirawat di PBRT untuk observasi lebih lanjut. Adapun untuk perawatanya, bayi diberikan bantuan O2 sehingga tugas perawat adalah memantau apakah pemberian O2 tersebut sudah benar – benar efektif atau tidak, selain itu perlu juga untuk menjaga kehangatan pada bayi baru lahir ini krena mereka masih dalam kondisi adaptasi sehingga pusat termoregulai belum berkembang sepenuhnya. Yang terpenting perawatan pada BBL adalah kepekaan seorang perawat setiap mendengar tangisan bayi karena 1 tangisan merupakan isarat yang bermacam – macam.

 
BAB 1V

PEMBAHASAN


A.    Penyebab asfiksia
Jika ditelaah dari riwayat kelahiran pada By SR dapat dikategorikan bahwa penyebab asfiksia pada bayi SR ini adalah dari faktor ibu dan faktor neonatus, dari ibu berupa adanya kelainan kontraksi saat pross kelahiran yang menyebabkan terjadi partus macet karena pembukaan jaln lahir tidak optimal selain itu pula adanya faktor pada janin yaitu akibat pemberian anastesi selama dilakukan tindakan SC dapat mengakibatkan depresi pada pusat pernafasan bayi karena jenis anastesi yang diberikan pada ibu dapat msuk juga ke janin melalui plasenta.

B.    Manifestasi klinik.
Secara teoritis disebutkan bahwa pada asfiksia sedang akan dijumpai frekuensi jantung kurang dari 100 / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis. Tetapi selama pengkajian dilakukan ternyata frekuensi jantung bayi SR 136 kali permenit, tidak sianosis dan pemeriksaan analisa gas darah pun menunjukan hsil yang normal. Jika dilihat dari hasil pemeriksaan fisik maupun diagnostik memang tidak ada indikasi bahwa klien tersebut mengalami asfiksia, tetapi bayi SR tetap dipertahankan dlam pengawasan asfiksia karena ditinjau dari riwayat kelahirannya, bayi SR beresiko mengalami asfiksia, dan tidak berati jika dalam pemeriksaan fisik diketumukan tanda – tanda asfiksia, klien dianggap sudah terbebas dari asfiksia, namun yang perlu diwaspadai adalah pusat regulasi pernafasan pada bayi belum sepenuhnya berfungsi secara maksimal sehinggabisa dimungkinkan asfiksia tersebut dapat muncul.

C.    Permasalahan keperawatan yang muncul
1.     Resti gangguan pefusi jaringan
Dalam pengkajian penulis tidak menemukan data aktual yang mengarah pada munculnya masalah keperawatan, karena saat pengkajian diketemukan bahwa HR = 136 X permenit, capillary refil kurang dari 3 detik, tetapi  ad data yng paling tidak apat mendukung munculnya masalah tersebut adalah akral dingin karena penulis berpikir dari patofisiologi yang terjadi pada asfiksia bahwa ada kemungkinan dia mengalami gangguan kardiovaskuler yaitu penurunan cardiac output akibat dari hipoksemia yang terjadi pada sel akan mengalibatkan gangguan mtabolisme pada sel otot jantung sehingga kekuatan untuk berkontraksi pada otot tersebut melemah. Adanya penurunan COP tersebut akan mengakibatkan gangguan perfusi jaringan karena kebutuhan O2 di jaringan tentu saja berkurang akibat gangguan di sistem transportnya. Pada bayi SR ini telah mendapatkan tambahan bantuan O2 nasal 28% yang sebelumnya klien mendapat melalui head box sebesar 80% tetapi karena usaha nafas klien bagus pemberian O2 tersebut diturunkan konsentrasinya untuk melatih adaptasi klien terhadap fungsi kadiopulmonalnya.
2.     Resti tidak adekuatnya termoregulasi
Masalah termoregulasi merupakan masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir tanpa membedakan jenis gangguan yng menyertai, hal ini disebabkan oleh karena maih belum maksimalnya pusat termoregulasi sehingga suhu tubuh bayi masih fluktuatif. Namun demikian pada bayi SR pengawasan terhadap pengaturan suhu ini hrus benar – benar dipantau karena kondisi yang hipotermia maupun hipertermia akan mempengaruhi fungsi metabolisme sel dalam tubuh klien yang nantinya akan berpengaruh juga terhadap kebutuhan O2 sebagai faktor penunjang metabolisma sel.
3.     Resti infeksi
Demikian pula resiko terjadi infeksi juga tinggi karena klien terpajan tindakan invasif. Selain itu pula repon imun klien masih lemah. Pada bayi yang dirawat harus mendapatkan penanganan yang ekstra protektif terhadap infeksi karena dikhawatirkan justru selama dalam perawatan klien akan terkena infeksi nosokomial, untuk itu diperlukan kesadaran dari tim keseatan ataupun keluarga. Untuk itu berbagai pihak harus melakukan tehnik aseptik sebelum mnyentuh klien ataupun melakukan prosedur invasif.






BAB V

PENUTUP


A.    Kesimpulan
Asfiksia terjadi karena gangguan pertukaran antara O2 dan CO2, adapun gangguan tersebut dapat terjadi selama prenatal, intranatal dan postnatal. Diagnosis asfiksia tidak hanya idlihat dari pengkajian fisik dan pemeriksaan penunjang, namun riwayat selama prenatal, intranatal dan postnatal pun perlu dikaji. Untuk perawatan pada bayi dengan asfiksia perlu ditingkatkan karena bayi dengan asfiksia akan mengalami penurunan fungsi organ karena hipoksemia, apalagi kondisi tersebut dipengaruhi juga bahwa bayi masih dalam tahap adaptasi terhadap kehidupan ekstrauterin yang tentunya organ – organnya pun masih belum berfungsi maksimal.

B.    Saran
Dalam perawatan bayi dengan asfiksia perlu dilakukan :
1.     Pengawasan terhadap kebutuhan O2 klien, karena klien mengalami ganguan di kebutuhan suplai O2 nya, namun demikian pusat perhatian jangan hanya diselang O2 saja tetapi kita perlu juga memperhatikan hal – hal yang berkaitan dengan metabolisme basal klien yang juga berpengaruh terhadap kebutuhan O2
2.     Cuci tangan dengan tehnik aseptik setiap akan mendekati klien karena hal itu akan menurunkan resiko infeksi



DAFTAR PUSTAKA

A.H Markum.( 2002 ). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI
Berhman, Kliegman & Arvin.( 1996 ). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Alih Bahasa               
            : A. Samik Wahab. Jilid 1. Jakarta : EGC

Staf pengajar IKA FKUI. ( 1995 ). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta : IKA
            FKUI
Parcis mary H. (1999). Dasar – Dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta :
           EGC
Purnawan J, DKK.(1989). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : media
          aeusculapius FKUI





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar