Cari Blog Ini

Sabtu, 15 Januari 2011

ASKEP Pada Klien Dengan Leukemia


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Leukosit (sel darah putih) adalah unit pertahanan tubuh. Namun demikian, leukosit ini dapat mengalami suatu gangguan baik berkaitan dengan defisiensi leukosit (leukopenia) maupun proliferasi abnormal yang dapat bersifat neoplastik atau reaktif (leukositosis). Salah satu contoh penyakit proliferasi abnormal leukosit adalah leukemia (Aster,2007). Leukemia adalah sekelompok penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi yang tidak terkontrol atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan atau jaringan limfoid (Tim Blok Hematologi,2009).

B.     Tujuan Penulisan
a.       Untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai penyakit Lukemia
b.      Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah Cardio
















BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian
Menurut Ahmad Ramadi (1998) leukemia merupakan penyakit ganas, progresif pada organ - organ pembentukan darah yang ditandai dengan proliferasi dan perkembangan leukosit serta pendahulunya secara abnormal di dalam darah dan sumsum tulang belakang. Proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang tidak abnormal, jumlahnya berlebihan, dapat ,menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Mansjoer, 1999).
Menurut jenisnya, leukemia dapat dibagi atas leukemia mieloid dan limfoid. Masing-masing ada yang akut dan kronik. Secara garis besar , pembagian leukemia adalah sebagai berikut yaitu :
1.      Leukemia limfoid :
a.       Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak dibawah umur 15 tahun, dengan puncak insidensi antara umur 3 sampai 4 tahun.
Manifestasi dari LLA adalah berupa proliferasi limpoblas abnormal dalam sum-sum tulang dan tempat-tempat ekstramedular. Paling sering terjadi pada laiki - laki dibandingkan perempuan, LLA jarang terjadi (Smeltzer dan Bare, 2001).
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa: lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit) infeksi dan demam karena, berkurangnya jumlah sel darah putih perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit. (www.medicastore.com)
Manifestasi klinis :
Hematopoesis normal terhambat
Penurunan jumlah leukosit
Penurunan sel darah merah
Penurunan trombosit
b.      Leukeumia Limfositik Kronik (LLK)
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering menyerang pria. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan kedua nya mulai membesar. Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal. (www.medicastore.com)
Manifestasinya adalah :
Adanya anemia
Pembesaran nodus limfa
Pembesaran organ abdomen
Jumlah eritrosi dan trombosit mungkin normal atau menurun
Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)

2.      Leukemia Mieloid
a.       Leukemia Mielositik akut (LMA)
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), Leukemia akut ini mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke sua sel mieloid;monosit, granulosit, eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena , insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
Gambaran klinis LMA, antara lain yaitu ;terdapat peningkatan leukosit, pembesaran pada limfe, rasa lelah, pucat, nafsu makan menurun, anemia, ptekie, perdarahan , nyeri tulang, Infeksi
.
b.      Leukemia Mielogenus Kronik (LMK)
Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih) yang abnormal (www.medicastore.com).
Dimasukkan kedalam keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak terdapat sel normal dibaniding dalam bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan, jarang menyerang individu di bawah umur 20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan umur.
Gambaran klinis LMK mirip dengan LMA, tetapi gejalanya lebih ringan yaitu ; Pada stadium awal, LMK bisa tidak menimbulkan gejala. Tetapi beberapa penderita bisa mengalami: kelelahan dan kelemahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam atau berkeringat dimalam hari, perasaan penuh di perutnya (karena pembesaran limpa) (Smeltzer dan Bare, 2001).

B.     Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001) meskipun penyebab leukemia tidak diketahui , presdiposisi genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan.
Faktor lingkungan berupa paparan radiasi pergion dosis tinggi disertai manifestasi leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudian. Zat-zat kimia (misalnya benzen, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastil) dikaitkan dengan frkuensi yang meningkat khususnya agen-agen alkil.
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui.
Virus menyebabkan beberapa leukemia pada binatang (misalnya kucing). Virus HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type I), yang menyerupai virus penyebab AIDS, diduga merupakan penyebab jenis leukemia yang jarang terjadi pada manusia, yaitu leukemia sel-T dewasa.Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia (www. medicastore.com).

C.    Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan kita dengan infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai dengan perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Lekemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel lekemia memblok produksi sel darah putih yang normal , merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel lekemia juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan (www.MayoClinic.com).
Menurut Smeltzer dan Bare (2001) analisa sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia,. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur, yang termasuk translokasi ini, dua atau lebih kromosom mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Penyusunan kembali kromosom (translokasi kromosom) mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak.(www. medicastore.com)

D.    Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes dkk (1999) menyatakan bahwa pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
Retikulosit : jumlah biasanya rendah
Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur (mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
PT/PTT : memanjang
LDH : mungkin meningkat
Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan mielomonositik.
Copper serum : meningkat
Zinc serum : meningkat
Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.
Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan

E.     Penatalaksanaan
1.      Pengobatan Leukemia Mielogenus Kronik
Sebagian besar pengobatan tidak menyembuhkan penyakit, tetapi hanya memperlambat perkembangan penyakit. Pengobatan dianggap berhasil apabila jumlah sel darah putih dapat diturunkan sampai kurang dari 50.000/mikroliter darah. Pengobatan yang terbaik sekalipun tidak bisa menghancurkan semua sel leukemik. Satu-satunya kesempatan penyembuhan adalah dengan pencangkokan sumsum tulang. Pencangkokan paling efektif jika dilakukan pada stadium awal dan kurang efektif jika dilakukan pada fase akselerasi atau krisis blast. Obat interferon alfa bisa menormalkan kembali sumsum tulang dan menyebabkan remisi. Hidroksiurea per-oral (ditelan) merupakan kemoterapi yang paling banyak digunakan untuk penyakit ini. Busulfan juga efektif, tetapi karena memiliki efek samping yang serius, maka pemakaiannya tidak boleh terlalu lama. Terapi penyinaran untuk limpa kadang membantu mengurangi jumlah sel leukemik. Kadang limpa harus diangkat melalui pembedahan (splenektomi) untuk: mengurangi rasa tidak nyaman di perut, meningkatkan jumlah trombosit, mengurangi kemungkinan dilakukannya tranfusi.
Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.
2.      Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.

F.     Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
1.      Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
2.      Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar monozigot)
3.      Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
4.      Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus
5.      Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula: limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
6.      Kaji adanya pembesaran testis, hemAturia, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di sekkitar rektal dan nyeri.

2.      Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
1.      Resiko tinggi infeksi berhubungn dengan menururnnya sistem pertahanan tubuh sekunder gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur, imunosupresi, peneknan sumsum tulang.
Tujuan : pasien bebas dari infeksi
Kriteria hasil :
a. Normotermia
b. Hasil kultur negative
c. Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
a. Tempatkan pada ruangan yang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung.
c. Awsi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi, perubahan mental samar.
d. Cegah menggigil : tingkatkan cairan, berikan mandi kompres
e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk.
f. Auskultsi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronkhi; inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningktatan sputum atau sputum kental, urine bau busuk dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.
g. Inspeksi kulit unutk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Besihkan kulit dengan larutan antibakterial.
h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
i. Tingkatkan kebersihan perianal. Berikan rendam duduk menggunakan betadine atau Hibiclens bila diindiksikan.
j. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
k. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan.
l. Hindari prosedur invasif (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin.
m. Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium misal :q hitung darah lerngkap, apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas.
Kaji ulang seri fotoq dada.
Berikan obat sesuai indikasi contoh antibiotik.
Hindari antipiretik yang mengandung aspirin.
Berikan diet rendah bakteriq misal makanan dimasak, diproses

2.      Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan : muntah, perdarahan,diare ; penurunan pemasukan cairan : mual,anoreksia ; peningkatan kebutuhan cairan : demam, hipermetabolik
Tujuan : volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Volume cairan adekuat
b. Mukosa lembab
c. Tanda vital stabil : TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/mnt
d. Nadi teraba
e. Haluaran urin 30 ml/jam
f. Kapileri refill < 2 detik
Intervensi :
a. Awasi masukan/haluaran. Hitung kehilangan cairan dan keseimbangna cairan. Perhatikan penurunan urin, ukur berat jenis dan pH urin.
b. Timbang berat badan tiap hari
c. Awasi TD dan frekuensi jantung
d. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa.
e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari
f. Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan
perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin; perdarahan lanjut dari sisi tusukan invsif.
g. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan.
h. Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
i. Berikan diet halus.
j. Kolaborasi :
Berikan cairan IV sesuai indikasi
 Awasi pemeriksaan laboratorium : trombosit, Hb/Ht, pembekuan.
Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan.
Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternalq (kateter arteri subklavikula, tunneld, port implan)
Berikan obat sesuai indikasi : Ondansetron, allopurinol, kalium asetat atau asetat, natrium biukarbonat, pelunak feses.

3.      Nyeri berhubungan dengan agen fisikal seperti pembesaran organ/nodus limfe, sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemia; agen kimia pengobatan antileukemik
Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
b. Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
c. Tampak rileks dan mampu istirahat
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan skala 0-10)
b. Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non-verbal misal tegangan otot, gelisah.
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
d. Tempatkan pada posis nyaman dan sokong sendi, ekstremitas dengan bantal.
e. Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut.
f. Berikan tindakan kenyamanan ( pijatan, kompres dingin dan dukungan psikologis)
g. Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan pasien sendiri
h. Evaluasi dan dukung mekanisme koping pasien.
i. Dorong menggunakan teknik menajemen nyeri contoh latihan relaksasi/nafas dalam, sentuhan.
j. Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
k. Kolaborasi :
Awasi kadar asam urat
 Berika obat sesuai indikasi : analgesikq (asetaminofen), narkotik (kodein, meperidin, morfin, hidromorfon)
Agen antiansietas (diazepam, lorazepam)

4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, peningkatan laju metabolik
Tujuan : pasien mampu mentoleransi aktivitas
Kriteria hasil :
a. Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
b. Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
c. Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan dan TD dalam batas normal
Intervensi :
a.       Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas.berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa ganggaun
b.      Implementasikan teknik penghematan energi, contoh lebih baik duduk daripada berdiri, pengunaan kursi untuk madi
c.       Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan kebersihan mulut sebelum makan dan berikan antiemetik sesuai indikasi
d.      Kolaborasi : berikan oksigen tambahan
5.      Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan : pasien bebas dari gejala perdarahan
Kriteria hasil :
a. TD 90/60mmHg
b. Nadi 100 x/mnt
c. Ekskresi dan sekresi negtif terhadap darah
d. Ht 40-54% (laki-laki), 37-47% ( permpuan)
e. Hb 14-18 gr%
Intervensi :
a.        Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ ml, resiko terjadi perdarahan.
b.      Pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan
c.       Minta pasien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari gusi
d.      Inspeksi kulit, mulut, hidung urin, feses, muntahan dan tempat tusukan IV terhadap perdarahan
e.       Pantau TV interval sering dan waspadai tanda perdarahan.
f.       Gunakan jarum ukuran kecil
g.      Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres dingin dan tekan perlahan.
h.      Beri bantalan tempat tidur untuk cegh trauma
i.        Anjurkan pada pasien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur listrik.










BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.      Sel darah putih merupakan unit pertahanan tubuh. Jenis sel darah putih adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit yang kesemuanya memiliki fungsi yang berbeda-beda. Fungsi primer sel darah putih adalah untuk melindungi dari infeksi di mana leukosit akan bekerja bersama dengan protein respon imun, imunoglobulin, dan komplemen.
2.      Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang tidak normal, jumlahnya berlebihan, dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian.
3.      Leukemia dibagi menjadi empat macam, yaitu: Leukemia Limfositik Kronik (LLK), Leukemia Limfoblastik Akut (LLA), Leukemia Mielositik Kronik (LMK), dan Leukemia Mieloblastik Akut (LMA).
4.      Keempat jenis leukemia ini hampir memiliki kesamaan dalam hal gejala-gejala klinisnya. Untuk penegakkan diagnosis jenis leukemia butuh pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan sitogenetika.
5.      Penatalaksanaan penyakit leukemia adalah dengan pemberian obat anti kanker.
6.      Pencegahan yang dapat dilakukan adalah menghindari dari barang – barang yang bersifat radioaktif dan faktor risiko kanker.

B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu besar harapan penulis mendapatkan saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan dalam penyusunan makalah yang akan datang.





DAFTAR PUSTAKA


Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC



Tidak ada komentar:

Posting Komentar