Cari Blog Ini

Sabtu, 15 Januari 2011

HIV AIDS, TBC, TETANUS, Hepatitis, DBD, MALARIA, DEMAM TYPOID,FEBRIS/DEMAM,

HIV AIDS


A.    Virus HIV
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa.
B.     Penyakit AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.
C.     Metode / Teknik Penularan dan Penyebaran Virus HIV AIDS
- Darah
Contoh : Tranfusi darah, terkena darah hiv+ pada kulit yang terluka, terkena darah menstruasi pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb
- Cairan Semen, Air Mani, Sperma dan Peju Pria
Contoh : Laki-laki berhubungan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral seks, dsb.
- Cairan Vagina pada Perempuan
Contoh : Wanita berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, dll.
- Air Susu Ibu / ASI
Contoh : Bayi minum asi dari wanita hiv+, Laki-laki meminum susu asi pasangannya, dan lain sebagainya.

Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
- Air liur / air ludah / saliva
- Feses / kotoran / tokai / bab / tinja
- Air mata
- Air keringat
- Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine
Tambahan :
Jangan mengucilkan dan menjauhi penderita HIV karena mereka membutuhkan bantuan dan dukungan agar bisa melanjutkan hidup tanpa banyak beban dan berpulang ke rahmatullah dengan ikhlas.

Pernyataan
Mitos atau Fakta
HIV adalah virus penyebab AIDS
Fakta
Anda bisa tertular HIV lewat gelas yang habis  digunakan penderita HIV

Mitos
HIV menyebar melalui ciuman
Mitos
Anda bisa tertular HIV dari mendonorkan darah
Mitos
Orang yang terinfeksi HIV tapi masih terlihat dan merasa sehat, masih bisa menularkannya ke orang lain

Fakta
Minum alkohol dapat meningkatkan risiko terjangkat HIV
Fakta
Nyamuk dapat menyebarkan HIV
Mitos
Penggunaan jarum suntik bersama dapat menyebarkan HIV
Fakta
Penggunaan kondom lateks selama aktifitas seksual dapat mengurangi risiko terjangkit HIV

Fakta
Mengkomsumsi Pil KB dapat melindungi wanita dari terjangkit HIV

Mitos
Anda bisa tertular HIV dari dudukan toilet
Mitos
Orang yang terinfeksi HIV akan terlihat sangat sakit dalam tiga tahun 

Mitos
Vaksinasi dapat melindungi seseorang dari infeksi HIV
Mitos
AIDS adalah sindroma yang belum ada obatnya
Fakta

HIV Menyebar :
·        Melalui hubungan seks vaginal, anal dan oral yang tak terlindung dengan orang yang HIV positif
·        Melalui penggunaan jarum suntik bersama dengan orang yang positif HIV
·        Selama kehamilan, melahirkan, atau menyusui dari ibu yang terinfeksi ke bayinya
Carian tubuh dari orang yang terinfeksi yang dapat menyebarkan HIV adalah :
·        Semen
·        Cairan vagina
·        Darah
·        Air susu Ibu

TBC


Definisi TBC
Tuberkolosis atau TBC adalah infeksi karena bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat merusak paru-paru tapi dapat juga mengenai sistem saraf sentral(meningitis, sistem lymphatic, sistem sirkulasi (miliary TB), sistem genitourinary,tulang dan sendi.

Siapa saja yang bisa terserang TBC ?

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

Penyebab Penyakit TBC

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).

Cara Penularan Penyakit TBC


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Gejala Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik
Gejala sistemik/umum :
·         Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
·         Penurunan nafsu makan dan berat badan.
·         Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
·         Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus :

·         Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
·         Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
·         Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
·         Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
ada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulinpositif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Penegakan Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
·         Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
·         Pemeriksaan fisik.
·         Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
·         Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
·         Rontgen dada (thorax photo).
·         Uji tuberkulin.
Sumber : (www.wikipedia.com, www.sinarharapan.co.id,www.medicastore.co.id)


TETANUS


Definisi
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut dan fatal yang disebabkan oleh Clostridium tetani dengan tanda utama spasme tanpa gangguan kesadaran. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta saraf autonom. Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan.
Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot rahang. Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
Gejala dan tanda
Gejala-gejala biasanya muncul dalam waktu 5-10 hari setelah terinfeksi, tetapi bisa juga timbul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah terinfeksi.
Gejala yang paling sering ditemukan adalah kekakuan rahang.
Gejala lainnya berupa gelisah, gangguan menelan, sakit kepala, demam, nyeri tenggorokan, menggigil, kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai.
Penderita bisa mengalami kesulitan dalam membuka rahangnya (trismus).
Kejang pada otot-otot wajah menyebabkan ekspresi penderita seperti menyeringai dengan kedua alis yang terangkat.
Kekakuan atau kejang otot-otot perut, leher dan punggung bisa menyebabkan kepala dan tumit penderita tertarik ke belakang sedangkan badannya melengkung kedepan.
Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah bisa menyebabkan sembelit dan tertahannya air kemih.
Gangguan-gangguan yang ringan, seperti suara berisik, aliran angin atau goncangan, bisa memicu kekejangan otot yang disertai nyeri dan keringat yang berlebihan.
Selama kejang seluruh tubuh terjadi, penderita tidak dapat berbicara karena otot dadanya kaku atau terjadi kejang tenggorokan. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan pernafasan sehingga terjadi kekurangan oksigen.
Biasanya tidak terjadi demam.
Laju pernafaan dan denyut jantung serta refleks-refleks biasanya meningkat.
Tetanus juga bisa terbatas pada sekelompok otot di sekitar luka. Kejang di sekitar luka ini bisa menetap selama beberapa minggu.

Pada pasien anak, ketika melakukan anamnesis sebaiknya ditanyakan:
  • Riwayat mendapat trauma, pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK), atau gangren gigi.
  • Riwayat tidak diimunisasi/tidak lengkap imunisasi tetanus.
Pemeriksaan fisis
  • Masa inkubasi 5-14 hari.
  • Gejala awal adalah trismus; pada neonatus tidak dapat/sulit menetek, mulut mencucu. Disertai dengan kaku kuduk, resus sardonikus, opistotonus, perut papan. Selanjutnya dapat diikuti kejang apabila dirangsang atau kejang spontan; pada kasus berat dijumpai status konvulsivus.
Derajat penyakit
Derajat I  (tetanus ringan)
  • Trismus ringan sampai sedang
  • Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan
  • Tidak dijumpai disfagia atau ringan
  • Tidak dijumpai kejang
  • Tidak dijumpai gangguan respirasi
Derajat II (tetanus sedang)
  • Trismus sedang
  • Kekakuan jelas
  • Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan
  • Takipneu
  • Disfagia ringan
Derajat III (tetanus berat)
  • Trismus berat
  • Otot spastis, kejang spontan
  • Takipne, takikardia
  • Serangan apne (apneic spell)
  • Disfagia berat
  • Aktivitas sistem autonom meningkat
Derajat IV (stadium terminal), derajat III ditambah dengan
  • Gangguan autonom berat
  • Hipertensi berat dan takikardi, atau
  • Hipotensi dan bradikardi
  • Hipertensi berat atau hipotensi berat
Penatalaksanaan
  1. Antibiotik (penisilin prokain, ampisilin, tetrasiklin, metronidazol, eritromisi Bila terdapat sepsis/ pneumonia dapat ditambahkan sefalosporin.
  2. Netralisasi toksi
  • Anti tetanus serum (ATS), dilakukan uji kulit lebih dulu.
  • Bila tersedia, dapat diberikan human tetanus immunoglobulin   (HTIG)
  1. Anti konvulsan (diazepam).
  1. Perawatan luka atau port d’entree dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti-konvulsan
  1. Terapi suportif
  • Bebaskan jalan napas 
  • Hindarkan aspirasi dengan mengisap lendir perlahan-lahan dan            memindah-mindahkan posisi pasien
  • Pemberian oksigen
  • Perawatan dengan stimulasi minimal
  • Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila trismus berat dapat dipasang sonde nasogastrik
  • Bantuan napas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum
  • Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit
Tetanus ringan dan sedang
  Diberikan pengobatan tetanus dasar.
Tetanus sedang
-          Terapi dasar tetanus.
-          Perhatian khusus pada keadaan jalan napas (akibat kejang dan aspirasi).
-          Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.
Tetanus berat
  • Terapi dasar seperti di atas
  • Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi dan ventilator.
  • Keseimbangan cairan dimonitor secara adekuat.
  • Apabila spasme sangat hebat, berikan pankuronium bromida 0,02 mg/kg IV, diikuti 0,05 mg/kg/kali, diberikan tiap 2-3 jam.
  • Apabila terjadi aktivitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti propranolol/a dan b- blocker labetalol.
Pencegahan
I. Imunisasi aktif
Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu, ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun.
II. Pencegahan pada luka
  1. Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang.
  1. Luka ringan dan bersih
  • Imunisasi lengkap: tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulin
  • Imunisasi tidak lengkap: imunisasi aktif DPT/DT.
  1. Luka sedang/berat dan kotor
  • Imunisasi (-)/tidak jelas: ATS 3000-5000 U, IV, tetanus imunoglobulin 250-500 U. Toksoid tetanus pada sisi lain.
  • munisasi (+), lamanya sudah >5 tahun: ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U, IV, tetanus imunoglobulin 250-500 U.


DEFINISI
Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab.
Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis akut, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut hepatitis kronis.
PENYEBAB
Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E.
Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi sitomegalovirus.
Penyebab hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan obat-obatan.
Hepatitis A
DEFINISI
Tipe A (infeksi atau hepatitis dengan inkubasi pendek) banyak diderita kaum homoseksual dan penderita virus HIV. Masa inkubasi adalah 15-50 hari, rata-rata adalah 30 hari. Merupakan penyakit non kronik.
PENYEBAB
Hepatitis A Virus (HAV). HAV ditemukan dalam feses dari penderita hepatitis A. Melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh HAV.
GEJALA
Umumnya tidak ada gejala pada anak-anak. Orang dewasa mungkin mengalami gejala seperti flu dengan sakit perut, penyakit kuning, urin berwarna hitam dan mual.
DIAGNOSA
Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus maka akan dilakukan tes darah untuk memastikan diagnosis dan jenis virus. Bila terjadi hepatitis kronis, maka dianjurkan dilakukan biopsi.
PENGOBATAN
Penyakit ini akan sembuh sendiri setelah beberapa minggu.
PENCEGAHAN
Vaksin hepatitis A merupakan perlindungan terbaik. Proteksi jangka pendek terhadap hepatitis A adalah dari imunoglobulin. Dapat diberikan sebelum dan selama kontak dengan HAV. Selalu mencuci tangan dengan air dan sabun setelah dari kamar mandi dan sebelum menyiapkan makanan.
Virus hepatitis A terutama menyebar melalui tinja. Penyebaran ini terjadi akibat buruknya tingkat kebersihan.
Di negara-negara berkembang sering terjadi wabah yang penyebarannya terjadi melalui air dan makanan.
Hepatitis B
DEFINISI
Tipe B (serum atau hepatitis dengan masa inkubasi panjang) juga banyak diderita oleh pengidap virus HIV-positif. Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan dapat mengurangi kasus yang disebabkan oleh transfusi. Tingkat kekronikan pada penderita 10% pada orang dewasa, 50% pada anak berumur kurang dari 5 tahun dan 80-90% pada bayi.
PENYEBAB
Hepatitis B Virus (HBV). Transfusi darah dan pasien hemodialisis. Penularan melalui suntikan yang digunakan bergantian oleh pencandu obat-obatan terlarang merupakan penyebab terbesar. Anak dari ibu penderita hepatitis B.
GEJALA
Mungkin tidak muncul atau muncul tiba-tiba gejala seperti flu, demam, penyakit kuning, urin berwarna hitam dan feses berwarna hitam kemerahan. Pembengkakan pada hati.
DIAGNOSA
Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus maka akan dilakukan tes darah untuk memastikan diagnosis dan jenis virus. Bila terjadi hepatitis kronis, maka dianjurkan dilakukan biopsi.
PENGOBATAN
Interferon alpha atau lamivudine.
PENCEGAHAN
Perlindungan terbaik adalah vaksin hepatitis B. Jangan berganti-ganti pasangan. Lakukan pemeriksaan darah untuk hepatitis B pada wanita hamil sehingga calon bayi dapat diberikan hepatitis B imunoglobulin dan vaksinasi 12 jam setelah lahir. Jangan mendonorkan darah bila mempunyai penyakit hepatitis B.
Virus hepatitis B penularannya tidak semudah virus hepatitis A. Virus hepatitis B ditularkan melalui darah atau produk darah.
Penularan biasanya terjadi diantara para pemakai obat yang menggunakan jarum suntik bersama-sama, atau diantara mitra seksual (baik heteroseksual maupun pria homoseksual).
Ibu hamil yang terinfeksi oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi selama proses persalinan.
Hepatitis B bisa ditularkan oleh orang sehat yang membawa virus hepatitis B.
Di daerah Timur Jauh dan Afrika, beberapa kasus hepatitis B berkembang menjadi hepatitis menahun, sirosis dan kanker hati.
Virus Hepatitis B
Hepatitis C
DEFINISI
Adalah penyakit yang diderita oleh 20% dari penderita hepatitis virus dan selebihnya pada kasus transfusi darah. Inkubasi selama 14-182 hari, rata-rata 42-49 hari.
PENYEBAB
Hepatitis C virus (HCV). Ditularkan melalui hubungan intim. Kontak dengan darah yang terinfeksi HCV
GEJALA
Kebanyakan orang tidak memiliki gejala akut. 20 % mengalami penyakit kuning, 30% mengalami gejala seperti flu. Mengalami pembengkakan hati.
DIAGNOSA
Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus maka akan dilakukan tes darah untuk memastikan diagnosis dan jenis virus. Bila terjadi hepatitis kronis, maka dianjurkan dilakukan biopsi.
PENGOBATAN
Interferon (Alferon N) dan ribavirin.
PENCEGAHAN
Tidak ada vaksin untuk hepatitis C. Cara untuk mencegah adalah dengan mengurangi resiko paparan dengan virus yaitu dengan mencegah perilaku berbagi jarum atau alat-alat pribadi seperti sikat gigi, alat cukur dan gunting kuku dengan orang yang terinfeksi.
Virus hepatitis C menyebabkan minimal 80% kasus hepatitis akibat transfusi darah.
Virus ini paling sering ditularkan melalui pemakai obat yang menggunakan jarum bersama-sama. Jarang terjadi penularan melalui hubungan seksual.
Untuk alasan yang masih belum jelas, penderita penyakit hati alkoholik seringkali menderita hepatitis C.
Hepatitis D
DEFINISI
Tipe D (hepatitis delta) merupakan 50% hepatitis tiba-tiba dan parah, dengan angka kematian yang tinggi. Di Amerika serikat, 1% dari penderita hepatitis D mati dengan gagal hati dalam waktu 2 minggu dan infeksi kebanyakan menyerang para pemakai obat-obatan intravena dan penderita hemofilia. Masa inkubasi adalah 1-90 hari. Tingkat keparahan mencapai 2-70%.
PENYEBAB
Hepatitis D Virus (HDV). Melalui hubungan intim dengan penderita dan pada homoseksual. Menggunakan jarum dan obat-obatan secara bersamaan. Bayi dari wanita penderita hepatitis D.
GEJALA
Biasanya muncul secara tiba-tiba gejala seperti flu, demam, penyakit kuning, urin berwarna hitam dan feses berwarna hitam kemerahan. Pembengkakan pada hati.
DIAGNOSA
Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus maka akan dilakukan tes darah untuk memastikan diagnosis dan jenis virus. Bila terjadi hepatitis kronis, maka dianjurkan dilakukan biopsi.
PENGOBATAN
Interferon-alfa dan transplantasi hati.
PENCEGAHAN
Vaksinasi hepatitis B HBV-HDV co-infeksi HBV-HDV super-infeksi
Virus hepatitis D hanya terjadi sebagi rekan-infeksi dari virus hepatitis B dan virus ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat.
Yang memiliki resiko tinggi terhadap virus ini adalah para pecandu obat.
Hepatitis E
DEFINISI
Tipe E, banyak menyerang orang yang kembali dari daerah endemis seperti India, Afrika, Asia, Amerika Tengah. Dan lebih banyak diderita oleh anak-anak dan wanita hamil. Masa inkubasi 15-60 hari, rata-rata adalah 40 hari. Merupakan penyakit non-kronik.
PENYEBAB
Hepatitis E virus (HEV). Ditemukan di feses orang atau hewan pengidap hepatitis E. Makanan dan minuman yang terkontaminasi HEV.
GEJALA
Biasanya muncul tiba-tiba. Umumnya tidak ada gejala pada anak-anak. Orang dewasa mungkin mengalami gejala seperti flu dengan sakit perut, penyakit kuning, urin berwarna hitam dan mual.
DIAGNOSA
Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus maka akan dilakukan tes darah untuk memastikan diagnosis dan jenis virus. Bila terjadi hepatitis kronis, maka dianjurkan dilakukan biopsi.
PENGOBATAN
Tidak ada. Biasanya akan sembuh setelah beberapa minggu atau bulan.
PENCEGAHAN
Selalu cuci tangan dengan sabun dan air. Cuci buah dan sayuran sebelum dimakan mentah. Selalu gunakan air bersih.
Virus hepatitis E kadang menyebabkan wabah yang menyerupai hepatitis A, yang hanya terjadi di negara-negara terbelakang.


DBD


Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria.
Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti.
Tanda Dan Gejala
Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam; ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekial dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan – pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk.
Kondisi waspada ini perlu disikapi dengan pengetahuan yang luas oleh penderita maupun keluarga yang harus segera konsultasi ke Dokter apabila pasien/penderita mengalami demam tinggi 3 hari berturut-turut. Banyak penderita atau keluarga penderita mengalami kondisi fatal karena menganggap ringan gejala-gejala tersebut.
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Secara klinis, jumlah platelet akan jatuh hingga pasien dianggap afebril.
Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3 – 15 hari orang yang tertular dapat mengalami / menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini :
* Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.
* Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 – 7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit.
* Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut, dubur dsb.
* Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok / presyok. Bentuk ini sering berujung pada kematian.
Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian.
Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi. Sejumlah kasus kecil bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.
Pencegahan
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk penyakit demam berdarah.
Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Insiatif untuk menghapus kolam-kolam air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna untuk mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak mandi setiap seminggu sekali, dan membuang hal – hal yang dapat mengakibatkan sarang nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti.
Hal-hal yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit demam berdarah, sebagai berikut:
1. Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga, dan istirahat yang cukup;
2. Memasuki masa pancaroba, perhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal dan melakukan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah yang dapat menampung air, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang perkembangan jentik-jentik nyamuk, meski pun dalam hal mengubur barang-barang bekas tidak baik, karena dapat menyebabkan polusi tanah. Akan lebih baik bila barang-barang bekas tersebut didaur-ulang;
3. Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan nyamuk dewasa, sedangkan bubuk abate akan mematikan jentik pada air. Keduanya harus dilakukan untuk memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk;
4. Segera berikan obat penurun panas untuk demam apabila penderita mengalami demam atau panas tinggi;
5. Jika terlihat tanda-tanda syok, segera bawa penderita ke rumah sakit.


MALARIA


DEFINISI
Malaria adalah suatu infeksi sel darah merah oleh Plasmodium.
Malaria disebarkan melalui:                                              
Gigitan nyamuk betina Anopheles                                          
Transfusi darah yang terkontaminasi                                       
Suntikan dengan jarum yang sebelumnya telah digunakan oleh penderita malaria.                    
Setelah digunakan obat-obatan dan insektisida, malaria jarang ditemukan di AS dan negara berkembang lainnya, tetapi infeksi ini masih sering terjadi di negara-negara tropis. Pendatang dari daerah tropis atau pelancong yang baru kembali dari daerah tropis kadang membawa infeksi ini ke suatu negara atau ke negara asalnya dan kemungkinan menyebabkan wabah yang ringan.
PENYEBAB
Terdapat 4 spesies parasit malaria:
Plasmodium vivax                                                          
Plasmodium ovale                                                          
Plasmodium falciparum                                                     
Plasmodium malariae,                                                      
yang kesemuanya bisa menginfeksi manusia dan menyebabkan malaria. P. falciparum merupakan penyebab infeksi terbanyak dan paling berbahaya. Siklus hidup parasit malaria berawal ketika seekor nyamuk betina menggigit penderita malaria. Nyamuk mengisap darah yang mengandung parasit malaria, yang selanjutnya akan berpindah ke dalam kelenjar liur nyamuk.                                                                  Jika nyamuk ini kembali menggigit manusia, maka parasit akan ditularkan melalui air liurnya. Di dalam tubuh manusia, parasit masuk ke dalam hati dan berkembangbiak disana. Pematangan parasit berlangsung selama 2-4 minggu, setelah itu mereka akan meninggalkan hati dan menyusup ke dalam sel darah merah.Parasit berkembangbiak di dalam sel darah merah dan pada akhirnya menyebabkan sel yang terinfeksi ini pecah. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mungkin akan tetap berada di dalam sel-sel hati dan secara periodik akan melepaskan parasit yang matang ke dalam aliran darah, sehingga menyebabkan serangan dari gejala-gejala malaria.                                                                  Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae akan keluar dari hati. Jika infeksi tidak diobati atau diobati tidak sampai tuntas, maka bentuk Plasmodium falciparum dewasa akan tetap berada di dalam darah selama berbulan-bulan dan Plasmodium malariae dewasa tetap berada di dalam darah selama bertahun-tahun, menyebabkan serangan gejala malaria yang berulang-ulang.
GEJALA
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 10-35 hari setelah parasit masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk. Gejala awalnya seringkali berupa demam ringan yang hilang-timbul, sakit kepala, sakit otot dan menggigil, bersamaan dengan perasaan tidak enak badan (malaise).                                                            Kadang gejalanya diawali dengan menggigil yang diikuti oleh demam. Gejala ini berlangsung selama 2-3 hari dan sering diduga sebagai gejala flu.                                                                           Gejala berikutnya dan pola penyakitnya pada keempat jenis malaria iniberbeda:                                                                    Pada malaria falciparum bisa terjadi kelainan fungsi otak, yaitu suatu komplikasi yang disebut malaria serebral. Gejalanya adalah demam minimal 40°Celsius, sakit kepala hebat, mengantuk, delirium (mengigau) dan linglung. Malaria serebral bisa berakibat fatal. Paling sering terjadi pada bayi, wanita hamil dan pelancong yang baru datang dari daerah malaria.Pda malaria vivax, mengigau bisa terjadi jika demamnya tinggi, sedangkan gejala otak lainnya tidak ada.                                              Pada semua jenis malaria, jumlah sel darah putih total biasanya normal tetapi jumlah limfosit dan monosit meningkat. Jika tidak diobati, biasanya akan timbul jaundice ringan (sakit kuning) serta pembesaran hati dan limpa.                                            Kadar gula darah rendah dan hal ini lebih berat pada penderita yang di dalam darahnya mengandung lebih banyak parasit. Kadar gula darah bahkan bisa turun lebih rendah pada penderita yang diobati dengan kuinin. Jika sejumlah kecil parasit menetap di dalam darah, kadang malari bersifat menetap.                                                                    Gejalanya adalah apati, sakit kepala yang timbul secara periodik, merasa tidak enak badan, nafsu makan berkurang, lelah disertai serangan menggigil dan demam. Gejala tersebut sifatnya lebih ringan dan serangannya berlangsung lebih pendek dari serangan pertama. Blackwater fever adalah suatu komplikasi malaria yang jarang terjadi. Demam ini timbul akibat pecahnya sejumlah sel darah merah. Sel yang pecah melepaskan pigmen merah (hemoglobin) ke dalam aliran darah. Hemoglobin ini dibuang melalui air kemih dan merubah warna air kemih menjadi gelap. Blackwater fever hampir selalu terjadi pada penerita malaria falciparum menahun, terutama yang mendapatkan pengobatan kuinin.                       
                                                
Gejala & pola malaria                                                      
1. Malaria Vivax & Ovale. Suatu serangan bisa dimulai secara samar-samar dengan menggigil, diiukuti berkeringat dan demam yang hilang-timbul.                 Dalam 1 minggu, akan terbentuk pola yang khas dari serangan yang     hilang timbul. Suatu periode sakita kepala atau rasa tidak enak badan  akan diikuti oleh menggigil. Demam berlangsung selama 1-8 jam. Setelah demam reda, penderita merasakan sehat sampai terjadi menggigil berikutnya.                                                           Pada malaria vivax, serangan berikutnya cenderung terjadi setiap 48 jam.                                                                   
2. Malaria falciparum. Suatu serangan bisa diawali dengan menggigil. Suhu tubuh naik secara bertahap kemudian tiba-tiba turun. Serangan bisa berlangsung selama 20-36 jam. Penderita tampak lebih sakit dibandingkan dengan malaria vivax dan     sakit kepalanya hebat. Diantara serangan (dengan selang waktu 36-72 jam), penderita biasanya merasa tidak enak badan dan mengalami demam ringan.                     3. Malaria malariae. Suatu serangan seringkali dimulai secara samar-samar.         Serangannya menyerupai malaria vivax dengan selang waktu antara dua serangan adalah 72 jam. 
 
DIAGNOSA                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, dimana terjadi serangan demam dan menggigil secara periodik tanpa penyebab yang jelas.Dugaan malaria semakin kuat jika dalam waktu 1 tahun sebelumnya, penderita telah mengunjungi daerah malaria dan pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran limpa.                                                          Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan darah guna menemukan parasit penyebabnya. Mungkin perlu dilakukan beberapa kali pemeriksaan karena kadar parasit di dalam darah bervariasi dari waktu ke waktu.                                Pengobatan, komplikasi dan prognosis dari malaria ditentukan oleh jenis parasit penyebabnya.                                                        
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        PENGOBATAN                                                                  
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          Pengobatan malaria tergantung kepada jenis parasit dan resistensi parasit terhadap klorokuin. Untuk suatu serangan malaria falciparum akut dengan parasit yang resisten terhadap klorokuin, bisa diberikan kuinin atau kuinidin secara intravena.Pada malaria lainnya jarang terjadi resistensi terhadap klorokuin, karena itu biasanya diberikan klorokuin dan primakuin.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            
                            PENCEGAHAN                                                                  
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        Orang-orang yang tinggal di daerah malaria atau yang mengadakan perjalanan ke daerah malaria bisa melakukan hal-hal berikut:                           
Menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam dan di luar rumah        
Memasang tirai di pintu dan jendela                                       
Memasang kawat nyamuk                                                     
Mengoleskan obat anti nyamuk di kulit                                     
Mengenakan pakaian yang menutupi tubuh sehingga mengurangi daerah tubuh yang digigit nyamuk.                                                      
Obat-obatan bisa diminum untuk mencegah malaria selama melakukan          perjalanan ke daerah malaria. Obat ini mulai diminum 1 minggu sebelum perjalanan dilakukan, dilanjutkan selama tinggal di daerah malaria dan 1 bulan setelah meninggalkan daerah malaria. Obat yang paling sering digunakan adalah klorokuin. Tetapi banyak daerah yang memiliki spesies Plasmodium falciparum yang sudah resisten terhadap obat ini.                                                                 Obat lainnya yang bisa digunakan adalah meflokuin dan doksisiklin.        Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak-anak dibawah usia 8 tahun dan wanita hamil.                                                         
Beberapa hal yang perlu diingat mengenai malaria: Obat-obat yang digunakan dalam tindakan pencegahan tidak 100% efektif Gejalanya bisa timbul 1 bulan atau lebih setelah gigitan nyamuk Gejala awalnya tidak spesifik dan seringkali disalahartikan sebagai influenza Diagnosis dan pengobatan dini sangat penting, terutama pada malaria falciparum, yang bisa berakibat fatal pada lebih dari 20% penderita.

       
DEMAM TYPOID
        

A. Tinjauan Teoritis Demam Typoid



1. Pengertian

“Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran“. (Mansjoer, 2000: 432).



“Demam typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. Disebabkan salmonella thypi, ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan kesadaran”. (Soegijanto, 2002: 1).



“Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang di awali di selaput lendir usus, dan jika tidak di obati secara progresif akan menyerbu jaringan di seluruh tubuh”. (Tambayong, 2000: 143).



“Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella typhi”. ( Ovedoff, 2002: 514).





2. Etiologi 

Menurut Lewis, Et al (2000: 192) “Penyakit demam typoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi”.



Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421) etiologi dari demam typoid adalah Salmonella typhi, sedangkan demam paratipoid disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies salmonella enteretidis bioseratife para typhi B, salmonella enteretidis bioseratife C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama salmonella paratyphi A, salmonella schottmueller dan salmonella hirscfeldii.



Menurut Ruth F, Craven dan Constance J, Hirni (2002: 1011) tentang penyebab dari demam typoid adalah bakteri Salmonella typhi.





3. Patofisiologi

Kuman salmonella thypi masuk bersama makanan/ minuman setelah berada di dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan keradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh darah limfe masuk ke darah (bakterimia primer) menuju organ retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar keseluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut di keluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus.



Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimia nya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam typoid. (Suriadi, 2001: 281).



Demam typoid disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya yang merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjut zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.





4. Tanda dan Gejala

Menurut Ruth F Craven dan constance J, Hirnie (2002: 1011) tanda dan gejala demam typoid adalah sakit kepala, panas, sakit perut, diare dan muntah.



Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan.



Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah typoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa samnolen koma, sedangkan reseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Mansjoer, 1999: 422).



Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:



a. Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.



b. Gangguan Pada Saluran Pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.



c. Gangguan Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.



d. Relaps

Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.





5. Komplikasi 

Menurut Ngastiyah (2005: 241), komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada usus halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah:



a. Perdarahan Usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.



b. Perforasi Usus, timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.



c. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.



Komplikasi di usus halus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder yaitu Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.





6. Pemeriksaan Penunjang 

Menurut David Ovedoff (2002: 514), pemeriksaan khusus yang diperiksa adalah:

a. Jumlah leukosit (biasanya terdapat leukopenia).

b. Selama minggu pertama, biakan darah positif pada 90% penderita.

c. Biakan tinja menjadi positif pada minggu kedua dan ketiga.

d. Biakan sum-sum tulang sering berguna bila biakan darah negatif.

e. Titer agglutinin (tes widal terhadap antigen somatic (O) dan flagel (A) meningkat selama minggu ketiga, positif semua dan kadang-kadang negatif semua bisa mungkin terjadi pada tes widal).



Menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421), biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid. Peningkatan uji titer widal empat lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam typoid.



Menurut Rachmat Juwono (1999: 436) bahwa pemeriksaan Laboratorium melalui:

1. Pemeriksaan leukosit

Pemeriksaan leukosit ini tidaklah sering dijumpai, karena itu pemeriksaan jumlah leukosit ini tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.



2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam typoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.



3. Biakan darah

Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid.



4. Uji widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum pasien demam typoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella typhi dan juga para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.



Dari pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai > 1/200 atau peningkatan > 4 kali antara masa akut dan konvalensens mengarah kepada demam typoid, meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman salmonella typhi pada biakan empedu yang diambil dari darah klien. (Mansjoer, 2000: 433).



Akibat infeksi oleh kuman salmonella typhi pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu:

a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen (berasal dari tubuh kuman).



b. Aglutinin H, berasal dari rangsangan antigen H (berasal dari flagella kuman).



c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).



Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typoid.



Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal 

Faktor yang berhubungan dengan klien:

a. Keadaan umum: gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.



b. Penyakit-penyakit tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.



c. Pengobatan dini dengan antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.



d. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid: obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.



e. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.



f. Infeksi klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.



g. Reaksi anamnesa: keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella dimasa lalu.





7. Penatalaksanaan Medis 

Menurut Copstead, et al (2000: 170) “Pilihan pengobatan mengatasi kuman Salmonella typhi yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, dan ofloxacin. Sedangkan alternatif lain yaitu trimetroprin, sulfametoksazol, ampicilin dan cloramphenicol”.



“Pengobatan demam typoid terdiri atas 3 bagian, yaitu:

1. Perawatan

Pasien demam typoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah perdarahan usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.



2. Diet

Di masa lampau, pasien demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan selai kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam typoid.



3. Obat

Obat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:



a. Kloramfenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian.



b. Tiamfenikol

Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.



c. Ampicilin dan Amoxilin, efektifitas keduanya lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien demam typoid dengan leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan, digunakan sampai 7 hari bebas demam.



d. Kontrimoksazol (kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol), efektifitas nya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6 hari.



e. Sepalosporin generasi ketiga, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sepalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone, cefotaxim efektif untuk demam typoid.



f. Fluorokinolon

Fluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.



Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obat-obat simtomatik antara lain:

a. Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena tidak berguna.



b. Kortikosteroid

Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps”. (Sjaifoellah, 1996: 440).





8. Prognosis

“Prognosis demam typoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4% rata-rata 5,7 %”. (Sjaifoellah, 1996: 441).



Sedangkan menurut Ngastiyah (2005: 236), umunya prognosis demam typoid pada anak baik, asal pasien cepat berobat. Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinis yang berat seperti:

a. Demam tinggi (hiperpireksia) atau febris continue.

b. Kesadaran sangat menurun (supor, koma atau delirium).

c. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis perforasi.





B. Tinjauan Teoritis Keperawatan Demam Typoid



1. Pengkajian Keperawatan Menurut Doenges (1999: 476-485) adalah:



a. Aktivitas dan Istirahat. 

Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan aktivitas/ kerja sehubungan dengan proses penyakit.



b. Sirkulasi

Tanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi relatif, hipotensi termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk, kering, lidah kotor.



c. Integritas Ego

Gejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan.

Tanda: Menolak, perhatian menyempit.



d. Eliminasi

Gejala: Diare/konstipasi.

Tanda: Menurunnya bising usus/tak ada peristaltik meningkat pada konstipasi/adanya peristaltik.



e. Makanan/cairan

Gejala: Anoreksia, mual dan muntah.

Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk, membran mukosa pucat.



f. Hygiene

Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan.



g. Nyeri/ kenyamanan

Gejala: Hepatomegali, Spenomegali, nyeri epigastrium.

Tanda: Nyeri tekan pada hipokondilium kanan atau epigastrium.



h. Keamanan 

C, penglihatan kabur, gangguan mental delirium/ psikosis.°C-40°Gejala: Peningkatan suhu tubuh 38



i. Interaksi Sosial 

Gejala: Menurunnya hubungan dengan orang lain, berhubungan dengan kondisi yang di alami.



j. Penyuluhan/ Pembelajaran

Gejala: Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.





2. Diagnosis Keperawatan 

Diagnosis Keperawatan yang muncul menurut NANDA (2001-2002) yaitu:



a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.



b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat ditempat tidur/ tirah baring.

c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.



d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia atau output yang berlebihan akibat diare.



e. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus.



f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.



g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.





3. Perencanaan Keperawatan



a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.



Intervensi:

1) Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam.

Rasional: Mengetahui perubahan suhu, suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses inflamasi.



2) Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien/ keluarga dalam melaksanakan upaya tersebut, seperti: dengan memberikan kompres dingin pada daerah frontal, lipat paha dan aksila, selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, tingkatkan intake cairan dengan perbanyak minum.

Rasional: Membantu mengurangi demam.



3) Observasi tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Respirasi) setiap 2-3 jam.

Rasional: Tanda-tanda vital dapat memberikan gambaran keadaan umum klien.



4) Monitor penurunan tingkat kesadaran.

Rasional: Menentukan intervensi selanjutnya untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.



6) Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien.

Rasional: Untuk mempercepat proses penyembuhan.



5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat antipiretik dan antibiotik.

Rasional: Obat antiperitik untuk menurunkan panas dan antibiotik mengobati infeksi basil salmonella typhi.



b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat di tempat tidur/ tirah baring. 



Intervensi: 

1) Berikan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari berupa makanan, minuman, ganti baju dan perhatikan kebersihan mulut, rambut, genetalia dan kuku.

Rasional: Pemberian bantuan pada klien dapat menghindari timbulnya komplikasi yang berhubungan dengan pergerakan yang melanggar program tirah baring.



2) Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL.

Rasional: Partisipasi keluarga sangat penting untuk mempermudah proses keperawatan dan mencegah komplikasi lebih lanjut.



3) Jelaskan tujuan tirah baring untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan

Rasional: Istirahat menurunkan mobilitas usus juga menurunkan laju metabolisme dan infeksi.



c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/ pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh. 



Intervensi:

1) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, turgor kulit, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.

Rasional: Perubahan status hidrasi, membran mukosa, turgor kulit menggambarkan berat ringannya kekurangan cairan.



2) Monitor tanda-tanda vital

Rasional: Perubahan tanda vital dapat menggambarkan keadaan umum klien.



3) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian.

Rasional: Memberikan pedoman untuk menggantikan cairan.



4) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.

Rasional: Keluarga sebagai pendorong pemenuhan kebutuhan cairan klien.



5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian cairan IV.

Rasional: Pemberian cairan IV untuk memenuhi kebutuhan cairan.



d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan akibat diare.



Intervensi:

1) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

Rasional: Mengetahui penyebab pemasukan yang kurang sehingga dapat menentukan intervensi yang sesuai dan efektif.



2) Monitor adanya penurunan berat badan.

Rasional: Kebersihan nutrisi dapat diketahui melalui peningkatan berat badan 500 gr/minggu.



3) Monitor lingkungan selama makan.

Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan.



4) Monitor mual dan muntah.

Rasional: Mual dan muntah mempengaruhi pemenuhan nutrisi.



5) Libatkan keluarga dalam kebutuhan nutrisi klien.

Rasional: Meningkatkan peran serta keluarga dalam pemenuhan nutrisi untuk mempercepat proses penyembuhan.



6) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.

Rasional: Protein dan vitamin C dapat memenuhi kebutuhan nutrisi.



7) Berikan makanan yang terpilih.

Rasional: Untuk membantu proses dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.



8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Rasional: Membantu dalam proses penyembuhan.



e. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus.



Intervensi:

1) Monitor tanda dan gejala diare.

Rasional: Untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan.



2) Identifikasi faktor penyebab diare.

Rasional: Mengetahui penyebab diare sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.



3) Observasi turgor kulit secara rutin.

Rasional: Turgor kulit jelek dapat menggambarkan keadaan klien.



4) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare.

Rasional: Untuk membantu dalam proses penyembuhan.



5) Anjurkan pasien untuk makan makanan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika memungkinkan.

Rasional: Makanan rendah serat dan tinggi protein dapat membantu mengatasi diare.



6) Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal.

Rasional: Untuk melanjutkan intervensi dan pemberian obat berikutnya.



7) Evaluasi intake makanan yang masuk.

Rasional: Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien.



8) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian cairan IV.

Rasional: Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.



f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.



Intervensi:

1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya, intensitas dan karakteristik nyeri.

Rasional: Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/ terjadi komplikasi.



2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan nyeri dan menurunkan nyeri.

Rasional: Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor yang memperberat (seperti stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi, serta membantu dalam membuat diagnosis dan kebutuhan terapi.



3) Beri kompres hangat pada daerah nyeri.

Rasional: Untuk menghilang nyeri.



4) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian obat analgetik.

Rasional: Analgetik dapat membantu menurunkan nyeri.



g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.



Intervensi:

1) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya.

Rasional: Mengetahui pengetahuan ibu tentang penyakit demam typoid.



2) Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien.

Rasional: Agar ibu klien mengetahui tentang penyakit demam typoid, penyebab, tanda dan gejala, serta perawatan dan pengobatan penyakit demam typoid.



3) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti.

Rasional: Supaya keluarga lebih memahami tentang penyakit tersebut.



4. Evaluasi

Evaluasi adalah usaha untuk menilai keefektifan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada klien dengan demam typoid.



Hasil evaluasi yang diharapkan adalah:

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.

Evaluasi:

1) Suhu tubuh dalam batas normal (36,6-37,5 C).

2) Klien tidak demam lagi.

3) Klien tidak gelisah.

4) Turgor kulit baik.

5) Kesadaran compos mentis.



b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat di tempat tidur/ tirah baring.

Evaluasi:

1) Kebutuhan mandi, makan, minum, eleminasi, ganti pakaian, kebersihan mulut, rambut, kuku dan genetalia terpenuhi.

2) Klien berpartisipasi dalam tirah baring.

3) Klien mobilisasi secara bertahap.



c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/ pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.

Evaluasi:

1) Masukan dan haluaran cairan seimbang.

2) Turgor kulit baik, membran mukosa lembab.

3) Tanda-tanda vital dalam batas normal.



d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan akibat diare.

Evaluasi:

1) Klien dapat menghabiskan makanan yang disediakan.

2) Klien tidak lagi mual, dan muntah.

3) Menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai saran dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.



e. Diare berhubungan dengan peradangan pada usus halus.

Evaluasi:

1) Tidak mengalami diare.

2) Turgor kulit baik.



f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.

Evaluasi:

1) Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.

2) Tampak rileks dan mampu tidur atau istirahat secara adekuat.



g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.

Evaluasi:

Keluarga klien mengerti tentang penyakit anaknya.
http://dezlicious.blogspot.com/2009/03/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_30.html
 

 
FEBRIS/DEMAM



A. PENGERTIAN

Menurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara abnormal.

Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain :

1. Demam septik

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. 

2. Demam remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

3. Demam intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

4. Demam kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

5. Demam siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jela seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap inveksi bakterial. 



B. ETIOLOGI

Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat dan holistik.

Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adala cara timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai demam.

Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.



C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sebelum meningkat ke pemeriksaan yang lebih mutakhir yang siap untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi.



D. PENATALAKSANAAN THERAPEUTIK

1. Antipiretik

2. Anti biotik sesuai program

3. Hindari kompres alkohol atau es



E. PENGKAJIAN 

1. Melakukan anamnese riwayat penyakit meliputi: sejak kapan timbul demam, gejala lain yang menyertai demam (miasalnya: mual muntah, nafsu makan, diaforesis, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah anak menggigil, gelisah atau lhetargi, upaya yang harus dilakukan.

2. Melakukan pemeriksaan fisik.

3. Melakukan pemeriksaan ensepalokaudal: keadaan umum, vital sign.

4. Melakukan pemeriksaan penunjang lain seperti: pemeriksaan laboratotium, foto rontgent ataupun USG.



F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi. 

2. Resiko kurang cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan diaporsis. 

3. Cemas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit.
 
ConneCt.Com/My Documents/askep-febris.html

 
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar